www.posbenua.id – Seiring dengan dinamika yang terjadi di dunia bisnis, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) baru saja mengumumkan keputusan penting terkait jajaran manajemennya. Pengunduran diri Rajeev Gopalakrishnan sebagai Presiden Komisaris menjadi sorotan utama, menciptakan spekulasi tentang dampak yang akan ditimbulkan terhadap perusahaan ini dalam waktu dekat.
Informasi ini disampaikan melalui keterbukaan publik di Bursa Efek Indonesia, di mana manajemen BATA mengonfirmasi bahwa surat pengunduran diri tersebut telah diterima pada 25 Juni 2025. Hal ini menunjukkan betapa cepatnya perubahan dalam dunia korporasi dan bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi stabilitas perusahaan.
Penting untuk mencermati langkah-langkah mendatang yang akan diambil oleh perusahaan setelah pengunduran diri ini. Efektivitas keputusan ini baru akan berlaku pada 25 Juli 2025, menandakan bahwa masih ada waktu bagi manajemen untuk mempersiapkan transisi yang halus.
Proses Pengunduran Diri yang Ditetapkan oleh Regulasi
Meski pengunduran diri Rajeev sudah diterima, pengesahan resmi masih memerlukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini menunjukkan adanya regulasi ketat dalam proses pengunduran diri di perusahaan publik agar transparansi tetap terjaga.
RUPS menjadi langkah penting untuk memastikan semua pemangku kepentingan terlibat dan mendapatkan informasi yang jelas tentang perubahan yang terjadi di manajemen. Namun, pihak BATA belum memberikan informasi lebih lanjut tentang kapan RUPS ini akan dilangsungkan, menjadi tanda tanya bagi investor dan pihak terkait.
Regulasi yang diacu, yaitu Pasal 19.9 Anggaran Dasar Perseroan dan Pasal 8 ayat (3) POJK No. 33/2014, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap aturan demi menciptakan sistem yang adil dan transparan. Dalam berbagai hal, kepatuhan ini menjadi cerminan reputasi perusahaan di pasar.
Kondisi Keuangan PT Sepatu Bata Tbk yang Menghawatirkan
Kinerja keuangan BATA telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data terbaru menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penyusutan aset sebesar 21,7 persen pada akhir September 2024 dibandingkan periode Desember 2023.
Dengan total aset yang kini tercatat sebesar Rp 458 miliar dan liabilitas sebesar Rp 456 miliar, situasi ini menciptakan tekanan finansial yang cukup berat bagi perusahaan. Keseimbangan antara aset dan utang yang hampir setara mengindikasikan bahwa perusahaan harus segera mengambil langkah untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, BATA mencatatkan kerugian sebesar Rp 129 miliar pada periode yang sama. Ini menunjukkan bahwa tantangan yang harus dihadapi manajemen tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga operasional.
Dampak Sanksi Bursa Efek Indonesia terhadap Manajemen BATA
Akibat solvabilitas dan kinerja yang kurang memuaskan, Bursa Efek Indonesia telah mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada BATA. Surat Peringatan (SP) II dan denda sebesar Rp 50 juta adalah bentuk peringatan keras dari otoritas bursa untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan.
Tindakan sanksi ini tidak hanya berfungsi sebagai pelajaran bagi BATA, tetapi juga bagi perusahaan lainnya yang menjalankan operasional di pasar modal. Ini menunjukkan bahwa lembaga pengatur sangat serius dalam mengawasi kepatuhan perusahaan publik demi melindungi investor.
Keadaan ini seharusnya menjadi pemicu bagi manajemen untuk melakukan evaluasi dan perbaikan dalam sistem pengelolaan keuangan perusahaan. Transparansi dan kepatuhan adalah dua elemen krusial yang mesti diperhatikan guna memulihkan kepercayaan pasar.