www.posbenua.id – Di tengah kehebohan penggunaan sound horeg yang semakin marak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Jawa Timur mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan fatwa yang melarang penggunaan perangkat tersebut dalam intensitas yang mengganggu. Keputusan ini dihasilkan dari analisis mendalam terhadap dampak sosial dan budaya penggunaan sound horeg, yang diharapkan dapat menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai agama.
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut mencakup enam poin utama yang menjadi pedoman dalam mengatur penggunaan suara yang dianggap melanggar norma. Hal ini menunjukkan kepedulian MUI dalam menjaga ketertiban umum serta syariat Islam di tengah maraknya fenomena ini.
Keenam poin tersebut tidak hanya berfungsi sebagai panduan spiritual, tetapi juga sebagai langkah preventif untuk mencegah potensi konflik sosial. Dari beberapa laporan yang masuk, penggunaan sound horeg terlihat telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat setempat.
Penjelasan Lengkap Fatwa MUI Jawa Timur Mengenai Sound Horeg
Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 ini menjelaskan pelbagai aspek hukum terkait penggunaan sound horeg. Dalam penjelasannya, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, mengungkapkan bahwa memanfaatkan teknologi digital dapat menjadi hal yang positif selama tidak melanggar peraturan yang ada. Tindakan ini menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi dengan cara yang bertanggung jawab.
Dalam surat tersebut, MUI menegaskan hak berekspresi setiap individu, namun dengan syarat tidak mengganggu hak orang lain. Keseimbangan antara kebebasan pribadi dan kepentingan umum adalah kunci dalam menciptakan harmoni di masyarakat.
Poin ketiga dari fatwa tersebut juga menjelaskan tentang intensitas suara yang dianggap berlebihan dan merugikan kesehatan masyarakat. Keresahan yang ditimbulkan oleh suara yang terlalu keras bukan hanya menjadi masalah bagi individu, tetapi juga dapat merusak fasilitas umum yang ada.
Ketentuan Selanjutnya Terkait Penggunaan Sound Horeg
MUI menegaskan bahwa penggunaan sound horeg dalam konteks hiburan yang melibatkan penampilan tanpa menutup aurat adalah haram. Hal ini menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai kesopanan dan moral dalam setiap kegiatan sosial.
Adanya klaim bahwa penggunaan sound horeg bisa dilakukan dalam pertemuan positif, seperti pengajian atau resepsi pernikahan, akan tetapi tetap harus memperhatikan batasan suara yang wajar. Dalam hal ini, penting untuk memastikan tidak ada unsur maksiat yang terlibat.
Poin kelima yang digarisbawahi adalah adanya risiko kerugian yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan sound horeg secara sembarangan. Kebisingan yang tidak terkendali dapat menimbulkan potensi kerusakan serta pemborosan yang tentunya diharamkan dalam ajaran agama.
Pentingnya Keterlibatan Pemerintah dalam Menyikapi Masalah Ini
Situasi yang berkembang ini, menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Miftahul Huda, memerlukan tindakan lebih dari sekadar fatwa. Penangangan yang tepat dan sistematis dari pemerintah serta aparat penegak hukum sangatlah penting untuk menjaga ketertiban umum.
Dia menekankan bahwa laporan dari masyarakat mengenai gangguan yang diakibatkan oleh sound horeg sudah cukup banyak. Beberapa kejadian bahkan merusak fasilitas milik pribadi, yang menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap masalah ini.
Lebih jauh, Kiai Miftah mengatakan bahwa gangguan yang ditimbulkan oleh sound horeg sudah melangkah ke ranah yang lebih serius, yang bentuk penanganannya tidak bisa hanya diserahkan kepada fatwa semata. Di sini peran kepolisian dan lembaga lainnya sangat diperlukan.