Rancangan Kitab Umum Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapannya. Meskipun memiliki tujuan untuk memperkuat sistem pemidanaan dan keadilan, banyak pihak merasa bahwa rancangan ini belum sepenuhnya sejalan dengan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Dalam konteks ini, pemahaman dan implementasi prinsip-prinsip dasar dalam hukum acara pidana menjadi kunci untuk mencapai tujuan keadilan yang diharapkan.
Ketidaksesuaian antara RKUHAP dan KUHP menunjukkan kompleksitas dalam sistem peradilan pidana. Apakah kita sudah siap menghadapi potensi ketidakselarasan ini? Banyak pakar hukum menyampaikan keprihatinan mereka tentang adanya kebuntuan dalam hubungan antar institusi penegak hukum, yang tentunya berpengaruh besar terhadap hasil akhir dari proses hukum yang dijalankan.
RKUHAP 2025 dan Pentingnya Keselarasan dengan KUHP Nasional
Dalam menilai RKUHAP 2025, kita perlu memperhatikan bagaimana rancangan ini menyentuh prinsip ultimum remedium dan pedoman pemidanaan. RKUHAP harus mampu menjamin keadilan dan hak asasi manusia dalam setiap tahap peradilan. Namun, kritik muncul dari banyak kalangan yang menilai bahwa rancangan ini masih menyentuh aspek-aspek substansial yang kurang memadai dan bahkan tidak sinkron dengan ketentuan yang ada dalam KUHP Nasional.
Berdasarkan perspektif hukum, banyak pakar yang mengemukakan bahwa proses penyidikan dan penuntutan perlu diatur dengan lebih komprehensif, agar tidak ada tumpang tindih kewenangan. Hal ini penting untuk menciptakan keselarasan antara kedua kitab hukum yang menjadi landasan sistem peradilan pidana di Indonesia. Jika tidak ditangani dengan serius, hal ini bisa menimbulkan potensi ketidakadilan bagi masyarakat.
Tantangan RKUHAP 2025 dalam Mengatur Proses Hukum yang Transparan
Dalam diskusi mengenai RKUHAP 2025, penting untuk memperhatikan bagaimana pengaturan mekanisme penyidikan dan penuntutan dilakukan. Apakah penyidik masih memiliki kekuasaan yang terlalu besar tanpa adanya pengawasan yang memadai? Pertanyaan ini menjadi penting mengingat potensi penyalahgunaan wewenang yang bisa saja terjadi jika tidak ada koordinasi yang jelas antara jaksa dan penyidik.
Dari sudut pandang praktis, usulan untuk melibatkan jaksa sejak tahap awal penyidikan patut dipertimbangkan. Ini akan menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, serta memperkuat posisi hukum setiap individu dalam proses hukum. RKUHAP harus membawa perubahan yang signifikan yang sejalan dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.